Selasa, 11 November 2008

SEJARAH PANGGILANKU

(Sr. Stanisla, PMY)

Waktu aku masih duduk di bangku SMP, tepatnya di SMP Kanisius “ Raden Patah “– Semarang, ada seorang suster yang mengajar di kelasku yaitu Sr. Bernadette, PMY. Sebelumnya, memang belum pernah ada seorang suster yang mengajar di sekolah kami. Bila beliau mengajar, murid-murid tampak senang. Tidak sekedar pandai mengajar, tetapi suster itu juga mempunyai perhatian yang begitu besar pada murid-muridnya.

Suster itu tampak sederhana, setiap hari ia bersepeda ...... meskipun jarak yang ditempuh dari rumah susteran sampai ke sekolah kami lumayan jauh (Hal itu saya ketahui kemudian ketika saya berada di SMA). Setiap harinya beliau selalu memakai topinya yang besar dan penuh semangat mengayuh sepedanya.

Suatu hari, beliau menceritakan pengalamannya ketika berada di Wonosobo : tentang indahnya pemandangan di sana, tentang anak-anak tuna rungu, tentang pengajaran di sebuah SMP di Wonosobo dan sebagainya. Aku memperhatikan cerita suster itu dengan antusias. Meskipun aku hampir tidak pernah bertegur sapa dengan beliau karena ia memang lebih dekat dengan adikku daripada denganku namun ada kesan tersendiri dalam diriku tentang Sr. Bernadette.

Setelah lulus SMP, aku melanjutkan sekolahku di SMA PL “ Don Bosko “ – Semarang. Di situ, ingatanku kembali pada salah seorang guruku waktu di SMP yaitu Sr. Bernadette. Lewat adikku yang waktu itu masih menjadi muridnya, aku mendapatkan alamat dan nomer telp beliau. Aku mencoba telp dan bertegur sapa dengan beliau lewat telp. Beliau mengajakku untuk singgah di rumah susteran yaitu di Jl. Randusari Spaen II /300.

Suatu hari, ada adik kelasku di SMP yang waktu itu ingin menjadi suster dan ia mengajakku ke susteran Randusari. Aku senang saja diajak ke sana, kami disambut dengan ramah oleh para suster yang berada di sana. Saat itu aku baru menyadari kalau Sr. Bernadette menempuh jalan yang lumayan jauh untuk mengajar di sekolahku dulu dengan bersepeda.

Waktu aku duduk di bangku SMA kelas II, aku mendapat tugas dari guruku

yang juga seorang bruder FIC untuk membuat tulisan semacam karya tulis tetapi lebih berupa pengalaman hidup (semacam refleksi). Entah mengapa, cerita tentang Wonosobo yang aku dengar ketika di SMP terngiang lagi dan saat itu aku yakin akan membuat karya tulis tentang Wonosobo.

Bersama temanku aku telp ke susteran di Randusari dan kebetulan Sr. Indrawati mau ke Wonosobo, maka kami diajak serta ke sana. Aku merasa senang dan memang benar bahwa Wonosobo adalah kota yang mempesona. Pagi harinya, aku diajak berjalan-jalan bersama anak-anak tuna rungu. Aku merasa terharu dan senang bersama mereka. Terus terang, selama ini aku memang belum pernah bertemu dengan anak-anak tuna rungu.

Aku menuliskan pengalamanku selama berada di Wonosobo, pengalamanku bersama anak-anak dan perjumpaanku bersama para suster di sana. Aku sendiri tidak tahu karena saat itu aku merasa mempunyai keinginan untuk menjadi seorang suster PMY. Ternyata karya tulis yang aku buat itu seperti apa yang diminta oleh guruku dan aku merasa senang karena mampu menyelesaikan tugas itu meskipun aku saat itu harus ke Wonosobo.

Setelah aku lulus SMA, aku mendaftarkan diri untuk masuk suster PMY. Ibuku marah besar mendengar keinginanku itu karena aku adalah anak sulung dan juga seorang anak perempuan satu-satunya di keluargaku. Untunglah, bapak mengijinkanku untuk menjadi suster PMY. Romo paroki saat itu juga merasa heran mendengar keinginanku untuk pergi ke Wonosobo, menjadi suster PMY. Beliau heran mengapa aku tidak masuk saja suster OSF yang justru dekat dengan tempat kami. Beliau mengatakan bahwa suster PMY itu pelayanannya untuk anak-anak cacat dan anggotanya hanya sedikit saja.

Untung, aku sebelumnya sudah pernah ke Wonosobo sehingga cerita yang disampaikan oleh romo paroki tidak menyiutkan hatiku untuk tetap ke Wonosobo dan akhirnya beliau memberikan surat ijin bagiku untuk menjadi suster PMY.

Memasuki kehidupan di Postulat dan novisiat juga tidak mudah bagiku. Teman-teman, lingkungan, aturan hidup dan sebagainya merupakan sesuatu hal yang sungguh baru bagiku. Lewat perjuangan, lewat jatuh bangun aku menapaki jalan panggilanku ini.

Karya-karya yang diembankan tarekat kepadaku memang kebanyakan karya yang berkaitan dengan anak-anak cacat dan orang-orang lanjut usia. Sebelumnya aku memang tidak pernah berteman dan mengenal anak-anak tuna rungu dan tuna netra namun disinilah aku dididik untuk menemukan Kristus dalam diri mereka. Orang-orang lanjut usia biasa aku jumpai ketika aku kunjungan (tugas Legio maria) sehingga aku tidak canggung berada diantara mereka. Aku merasa di tempat ini aku sungguh menemukan bagaimana Kristus yang hadir dalam wujud manusia biasa.

Tarekat PMY bukanlah tarekat yang besar namun di tarekat inilah aku sebagai ciptaan Allah mampu bersyukur bahwa aku diciptakan baik adanya, sesuai dengan citra Allah dan disinilah aku merasa menemukan dan mengalami kebesaran Allah diantara yang kecil.

Inilah sekelumit panggilanku. Semoga Allah yang memanggilku memberikan aku kekuatan untuk melanjutkan karya cinta kasih Allah ini agar kerajaan-Nya semakin dimuliakan di dunia ini.

KEMBALI MENGHIDUPI PANGGILAN TANPA ABAIKAN SEJARAH

(Sr. Brigitta, PMY)

Setelah lima belas tahun menjalani hidup panggilan . aku kembali menengok kembali sejarah panggilanku. Dengan membawa beberapa pengalaman jatuh bangun, berhasil, gagal, suka duka dan rasa syukur. Apa yang melatarbelakangi aku memilih suster – suster PMY.

SEMULA BERAWAL DARI LINGKUNGAN AKU TINGGAL

Aku dibesarkan oleh kedua orang tuaku dalam kehidupan dengan penuh kesederhanaan, ulet dan kerja keras. Ini membawa diriku menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah. Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan lingkungan, daerah wisata dengan bertemu banyak orang dengan gaya hidup yang beragam. “ Daerah mesum.” Itulah cap yang sering aku dengar dan diberikan oleh tempat dimana aku dilahirkan. Rasanya kalau mendengar kata – kata itu muncul rasa pemberontakkan , penolakkan dalam diriku, Tapi apa boleh buat keluargaku hidup juga dari gaji kerja dihotel ibu juga bekerja buruh mencuci di hotel. Kondisi inilah yang memotivasi diriku untuk keluar dari lingkungan yang dikatakan mesum itu. Aku ingin membuktikan ternyata dari daerah hitam ada satu yang baik.

Namun aku bersyukur. Keluargaku memberikan sesuatu yang terbaik untuk ku.meski lingkungan sosialku tidak mendukung. Aku bisa melanjudkan sekolah di Yayasan katolik SFMA theresiana Bandungan. Meski saat itu kondisi ekonomi keluargaku sangat berat. Ibu mendidik aku menjadi pribadi yang mandiri, hidup riel dan menerima apa adanya. Sejak kecil aku sudah terbiasa melihat bapak dan ibu berkutat dengan dengan lingkungan perhotelan, daerah pelacuran dan kehidupan yang amburadul.

Kadang waktu kalau aku berangkat sekolah melihat seorang suster berbelanja dipasar dengan tentengan – tentengan banyak ditangan. Saat itu lah aku mulai tergerak ternyata Suster itu juga belanja seperti ibu – ibu lainya. Tapi saat itu aku tidak tahu suster apa tarekatnya, yang masih ku ingat kalung yang dipakai oleh suster itu seperti pohon bukan salib. Dalam kehidupan sehari – hari tidak kenal banyak dengan suster- suster, yang ku kenal hanya suster PRK ( Penebar Ragi Kristus. Karena lewat para suster PRK inilah aku bisa membayar sekolah dengan membantu mengurus perpustakaan dan aku mulai terbiasa mengenal kehidupan para suster, sering berkegiatan paroki dengan mereka.Selain itu aku juga mengenal satu dua suter AK ( Abdi Kristus ) yang waktu itu datang ke sekolah SFMA Theresiana Bandungan tapi aku tidak tertarik untuk mengenal lebih jauh. Pernah sih aku mencoba untuk mau mengenal Suster PRK tapi justru aku diminta untuk mengenal tarekat lain terlebih dahulu.

MENENTUKAN PILIHAN DENGAN HIDUP MEMBIARA

Ketika akan lulus SMP. Orang tuaku terutama ibu menanyakan kemana aku akan melanjudkan sekolah. Saat itu sebenarnya keinginan memjadi suster itu sudah ada. Kedua orang tuaku terkejud mendengar itu. Tapi karena SMP tidak boleh aku diminta untuk melanjudkan sekolah dulu. Keinginan ku untuk menjadi suster terdengar oleh ketua wilayah ku maka mulai saat itu aku mulai dibimbing dan diarahkan. Untuk masuk Sekolah kejuruan saja . Rasanya Tuhan sendiri yang mempersiapkan aku untuk segala sesuatunya. Seiring dengan perjalanan waktu Di sekolah SFMA aku mulai mengenal apa itu persahabatan, apa itu cinta dan merasakan betapa indahnya cinta. Saat itu aku lupa bahkan mengabaikan hidup panggilan itu, bahkan melupakan tapi dalam hal itu aku tidak merasa damai.Tapi ketika akan lulus SFMA keinginan menjadi suster itu muncul kembali.Maka saat itu juga aku memutuskan menuntukan pilihan untuk masuk biara. Keputusanku ini mati- matian ditentang oleh kedua orang tuaku. Justru pertentangan inilah membuat keinginanku untuk masuk biara semakin kuat. Meskipun tanpa ijin dan restu mereka, aku tetap pergi dengan dukungan dari orang- orang yang terdekat dengan ku.

SEMULA KARENA ALAMAT

Ketika mau lulus dari sekolah SFMA aku diperkenalkan oleh ketua wilayahku Bapak Andreas Susarmin dengan seorang Suster PBHK suster Margareta. Suster ini satu wilayah/ lingkungan Bandungan. Saai itu suster memberi alamat Susteran PMY yang menangani anak Bisu Tuli di Wonosobo. Saat itu aku bertanya kok alamatnya bukan suster PBHK. Suster itu mengatakan kamu mengantikan aku di Suster PMY Wonosobo.

Tahun 1994 aku berangkat ke Wonosobo. Saat itu Suster PMY dengan karyanya untuk penanganan anak bisu tuli sangat asing bagiku. Untuk komunikasi dengan anak- anakpun aku tidak bisa, aku takut saat itu apakah aku bisa, tinggal dan melayani mereka. Meski semua itu asing bagiku aku memberanikan diri untuk mengenal suster PMY dengan karya- karyanya.

Tahun 1995 aku memasuki masa Postulan. Dengan diri masih penuh dengan kekurangan rasa percaya diri, minder, kecil hati, kadang menangis tanpa tahu penyebabnya. Dengan kondisi seperti inilah awal aku datang. Lewat pembentukan, pengemblengan , aku mulai mengenal dan mencintai Tarekat PMY dengan karya- karyanya. Tahun 1996 memasuki masa Noviciat tahun pertama dan tahun 1997 memasuki masa Noviciat tahun kedua. Tahun 1998 Pada tahun inilah aku mulai memasuku masa proves/ masa yuniorat. Mulai saat itulah diperkenalkan dengan karya rintisan baru Suster PMY yaitu karya pemberdayaan untuk pendampingan para petani meski belum sepenuhnya. Aku masih nyantrik dengan Sr Theresianne dalam pendampingan dan lewat karya- karya inilah dengan segala perjuangan jatuh bangun aku mulai menghidupi spiritualitas, misi dan misi tarekat untuk pelayanan kepada orang miskin .. Meski waktu itu karya pemberdayaan masih karya rintisan untuk menemukan bentuk justru menantang kami untuk terus berani jatuh bangun dan bergulat dengan segala keterbatasan. Pada tahun 1997 itu kami melakukan karya rintisan baru di desa Ringgit- Purwodadi- Purworejo satu minggu dua hari kami tinggal di tengah-tengah para petani dan kami tinggal di rumah keluarga Sr Alfonsa. Dan untuk evaluasi berikutnya kami datang ke desa Ringgit satu minggu tiga kali. Tahun 2002 akhir saya, kami pindah rumah di Desa Jenar- Purwosari- Purworejo dan dirumah ini saya hanya kurang lebih lima bulan dan diambil tarekat untuk persiapan kaul kekal.

Tepatnya tanggal 7 Juli 2003 saya mengikrarkan kaul kekal dan mendapat tugas di pemberdayaan dan saya ditempatkan di Klaten. Tahun 2006 oleh tarekat di beri kesempatan untuk meneruskan pendidikan di APMD Yogyakarta. Dan terakhir Sampai tanggal 12 Juli 2008 jadi kurang lebih dipemberdayaan Klaten aku kurang lebih lima tahun Dan awal bulan Agustus aku memulai dikomunitas Wonosobo dengan pekerjaan baru, waktu baru pengalaman baru. Sekarang apa yang ada didepanku itu yang aku Syukuri dan ku jalani dengan sepenuh hati dengan segala tantangannya.