Selasa, 11 November 2008

SEJARAH PANGGILANKU

(Sr. Stanisla, PMY)

Waktu aku masih duduk di bangku SMP, tepatnya di SMP Kanisius “ Raden Patah “– Semarang, ada seorang suster yang mengajar di kelasku yaitu Sr. Bernadette, PMY. Sebelumnya, memang belum pernah ada seorang suster yang mengajar di sekolah kami. Bila beliau mengajar, murid-murid tampak senang. Tidak sekedar pandai mengajar, tetapi suster itu juga mempunyai perhatian yang begitu besar pada murid-muridnya.

Suster itu tampak sederhana, setiap hari ia bersepeda ...... meskipun jarak yang ditempuh dari rumah susteran sampai ke sekolah kami lumayan jauh (Hal itu saya ketahui kemudian ketika saya berada di SMA). Setiap harinya beliau selalu memakai topinya yang besar dan penuh semangat mengayuh sepedanya.

Suatu hari, beliau menceritakan pengalamannya ketika berada di Wonosobo : tentang indahnya pemandangan di sana, tentang anak-anak tuna rungu, tentang pengajaran di sebuah SMP di Wonosobo dan sebagainya. Aku memperhatikan cerita suster itu dengan antusias. Meskipun aku hampir tidak pernah bertegur sapa dengan beliau karena ia memang lebih dekat dengan adikku daripada denganku namun ada kesan tersendiri dalam diriku tentang Sr. Bernadette.

Setelah lulus SMP, aku melanjutkan sekolahku di SMA PL “ Don Bosko “ – Semarang. Di situ, ingatanku kembali pada salah seorang guruku waktu di SMP yaitu Sr. Bernadette. Lewat adikku yang waktu itu masih menjadi muridnya, aku mendapatkan alamat dan nomer telp beliau. Aku mencoba telp dan bertegur sapa dengan beliau lewat telp. Beliau mengajakku untuk singgah di rumah susteran yaitu di Jl. Randusari Spaen II /300.

Suatu hari, ada adik kelasku di SMP yang waktu itu ingin menjadi suster dan ia mengajakku ke susteran Randusari. Aku senang saja diajak ke sana, kami disambut dengan ramah oleh para suster yang berada di sana. Saat itu aku baru menyadari kalau Sr. Bernadette menempuh jalan yang lumayan jauh untuk mengajar di sekolahku dulu dengan bersepeda.

Waktu aku duduk di bangku SMA kelas II, aku mendapat tugas dari guruku

yang juga seorang bruder FIC untuk membuat tulisan semacam karya tulis tetapi lebih berupa pengalaman hidup (semacam refleksi). Entah mengapa, cerita tentang Wonosobo yang aku dengar ketika di SMP terngiang lagi dan saat itu aku yakin akan membuat karya tulis tentang Wonosobo.

Bersama temanku aku telp ke susteran di Randusari dan kebetulan Sr. Indrawati mau ke Wonosobo, maka kami diajak serta ke sana. Aku merasa senang dan memang benar bahwa Wonosobo adalah kota yang mempesona. Pagi harinya, aku diajak berjalan-jalan bersama anak-anak tuna rungu. Aku merasa terharu dan senang bersama mereka. Terus terang, selama ini aku memang belum pernah bertemu dengan anak-anak tuna rungu.

Aku menuliskan pengalamanku selama berada di Wonosobo, pengalamanku bersama anak-anak dan perjumpaanku bersama para suster di sana. Aku sendiri tidak tahu karena saat itu aku merasa mempunyai keinginan untuk menjadi seorang suster PMY. Ternyata karya tulis yang aku buat itu seperti apa yang diminta oleh guruku dan aku merasa senang karena mampu menyelesaikan tugas itu meskipun aku saat itu harus ke Wonosobo.

Setelah aku lulus SMA, aku mendaftarkan diri untuk masuk suster PMY. Ibuku marah besar mendengar keinginanku itu karena aku adalah anak sulung dan juga seorang anak perempuan satu-satunya di keluargaku. Untunglah, bapak mengijinkanku untuk menjadi suster PMY. Romo paroki saat itu juga merasa heran mendengar keinginanku untuk pergi ke Wonosobo, menjadi suster PMY. Beliau heran mengapa aku tidak masuk saja suster OSF yang justru dekat dengan tempat kami. Beliau mengatakan bahwa suster PMY itu pelayanannya untuk anak-anak cacat dan anggotanya hanya sedikit saja.

Untung, aku sebelumnya sudah pernah ke Wonosobo sehingga cerita yang disampaikan oleh romo paroki tidak menyiutkan hatiku untuk tetap ke Wonosobo dan akhirnya beliau memberikan surat ijin bagiku untuk menjadi suster PMY.

Memasuki kehidupan di Postulat dan novisiat juga tidak mudah bagiku. Teman-teman, lingkungan, aturan hidup dan sebagainya merupakan sesuatu hal yang sungguh baru bagiku. Lewat perjuangan, lewat jatuh bangun aku menapaki jalan panggilanku ini.

Karya-karya yang diembankan tarekat kepadaku memang kebanyakan karya yang berkaitan dengan anak-anak cacat dan orang-orang lanjut usia. Sebelumnya aku memang tidak pernah berteman dan mengenal anak-anak tuna rungu dan tuna netra namun disinilah aku dididik untuk menemukan Kristus dalam diri mereka. Orang-orang lanjut usia biasa aku jumpai ketika aku kunjungan (tugas Legio maria) sehingga aku tidak canggung berada diantara mereka. Aku merasa di tempat ini aku sungguh menemukan bagaimana Kristus yang hadir dalam wujud manusia biasa.

Tarekat PMY bukanlah tarekat yang besar namun di tarekat inilah aku sebagai ciptaan Allah mampu bersyukur bahwa aku diciptakan baik adanya, sesuai dengan citra Allah dan disinilah aku merasa menemukan dan mengalami kebesaran Allah diantara yang kecil.

Inilah sekelumit panggilanku. Semoga Allah yang memanggilku memberikan aku kekuatan untuk melanjutkan karya cinta kasih Allah ini agar kerajaan-Nya semakin dimuliakan di dunia ini.

KEMBALI MENGHIDUPI PANGGILAN TANPA ABAIKAN SEJARAH

(Sr. Brigitta, PMY)

Setelah lima belas tahun menjalani hidup panggilan . aku kembali menengok kembali sejarah panggilanku. Dengan membawa beberapa pengalaman jatuh bangun, berhasil, gagal, suka duka dan rasa syukur. Apa yang melatarbelakangi aku memilih suster – suster PMY.

SEMULA BERAWAL DARI LINGKUNGAN AKU TINGGAL

Aku dibesarkan oleh kedua orang tuaku dalam kehidupan dengan penuh kesederhanaan, ulet dan kerja keras. Ini membawa diriku menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah. Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan lingkungan, daerah wisata dengan bertemu banyak orang dengan gaya hidup yang beragam. “ Daerah mesum.” Itulah cap yang sering aku dengar dan diberikan oleh tempat dimana aku dilahirkan. Rasanya kalau mendengar kata – kata itu muncul rasa pemberontakkan , penolakkan dalam diriku, Tapi apa boleh buat keluargaku hidup juga dari gaji kerja dihotel ibu juga bekerja buruh mencuci di hotel. Kondisi inilah yang memotivasi diriku untuk keluar dari lingkungan yang dikatakan mesum itu. Aku ingin membuktikan ternyata dari daerah hitam ada satu yang baik.

Namun aku bersyukur. Keluargaku memberikan sesuatu yang terbaik untuk ku.meski lingkungan sosialku tidak mendukung. Aku bisa melanjudkan sekolah di Yayasan katolik SFMA theresiana Bandungan. Meski saat itu kondisi ekonomi keluargaku sangat berat. Ibu mendidik aku menjadi pribadi yang mandiri, hidup riel dan menerima apa adanya. Sejak kecil aku sudah terbiasa melihat bapak dan ibu berkutat dengan dengan lingkungan perhotelan, daerah pelacuran dan kehidupan yang amburadul.

Kadang waktu kalau aku berangkat sekolah melihat seorang suster berbelanja dipasar dengan tentengan – tentengan banyak ditangan. Saat itu lah aku mulai tergerak ternyata Suster itu juga belanja seperti ibu – ibu lainya. Tapi saat itu aku tidak tahu suster apa tarekatnya, yang masih ku ingat kalung yang dipakai oleh suster itu seperti pohon bukan salib. Dalam kehidupan sehari – hari tidak kenal banyak dengan suster- suster, yang ku kenal hanya suster PRK ( Penebar Ragi Kristus. Karena lewat para suster PRK inilah aku bisa membayar sekolah dengan membantu mengurus perpustakaan dan aku mulai terbiasa mengenal kehidupan para suster, sering berkegiatan paroki dengan mereka.Selain itu aku juga mengenal satu dua suter AK ( Abdi Kristus ) yang waktu itu datang ke sekolah SFMA Theresiana Bandungan tapi aku tidak tertarik untuk mengenal lebih jauh. Pernah sih aku mencoba untuk mau mengenal Suster PRK tapi justru aku diminta untuk mengenal tarekat lain terlebih dahulu.

MENENTUKAN PILIHAN DENGAN HIDUP MEMBIARA

Ketika akan lulus SMP. Orang tuaku terutama ibu menanyakan kemana aku akan melanjudkan sekolah. Saat itu sebenarnya keinginan memjadi suster itu sudah ada. Kedua orang tuaku terkejud mendengar itu. Tapi karena SMP tidak boleh aku diminta untuk melanjudkan sekolah dulu. Keinginan ku untuk menjadi suster terdengar oleh ketua wilayah ku maka mulai saat itu aku mulai dibimbing dan diarahkan. Untuk masuk Sekolah kejuruan saja . Rasanya Tuhan sendiri yang mempersiapkan aku untuk segala sesuatunya. Seiring dengan perjalanan waktu Di sekolah SFMA aku mulai mengenal apa itu persahabatan, apa itu cinta dan merasakan betapa indahnya cinta. Saat itu aku lupa bahkan mengabaikan hidup panggilan itu, bahkan melupakan tapi dalam hal itu aku tidak merasa damai.Tapi ketika akan lulus SFMA keinginan menjadi suster itu muncul kembali.Maka saat itu juga aku memutuskan menuntukan pilihan untuk masuk biara. Keputusanku ini mati- matian ditentang oleh kedua orang tuaku. Justru pertentangan inilah membuat keinginanku untuk masuk biara semakin kuat. Meskipun tanpa ijin dan restu mereka, aku tetap pergi dengan dukungan dari orang- orang yang terdekat dengan ku.

SEMULA KARENA ALAMAT

Ketika mau lulus dari sekolah SFMA aku diperkenalkan oleh ketua wilayahku Bapak Andreas Susarmin dengan seorang Suster PBHK suster Margareta. Suster ini satu wilayah/ lingkungan Bandungan. Saai itu suster memberi alamat Susteran PMY yang menangani anak Bisu Tuli di Wonosobo. Saat itu aku bertanya kok alamatnya bukan suster PBHK. Suster itu mengatakan kamu mengantikan aku di Suster PMY Wonosobo.

Tahun 1994 aku berangkat ke Wonosobo. Saat itu Suster PMY dengan karyanya untuk penanganan anak bisu tuli sangat asing bagiku. Untuk komunikasi dengan anak- anakpun aku tidak bisa, aku takut saat itu apakah aku bisa, tinggal dan melayani mereka. Meski semua itu asing bagiku aku memberanikan diri untuk mengenal suster PMY dengan karya- karyanya.

Tahun 1995 aku memasuki masa Postulan. Dengan diri masih penuh dengan kekurangan rasa percaya diri, minder, kecil hati, kadang menangis tanpa tahu penyebabnya. Dengan kondisi seperti inilah awal aku datang. Lewat pembentukan, pengemblengan , aku mulai mengenal dan mencintai Tarekat PMY dengan karya- karyanya. Tahun 1996 memasuki masa Noviciat tahun pertama dan tahun 1997 memasuki masa Noviciat tahun kedua. Tahun 1998 Pada tahun inilah aku mulai memasuku masa proves/ masa yuniorat. Mulai saat itulah diperkenalkan dengan karya rintisan baru Suster PMY yaitu karya pemberdayaan untuk pendampingan para petani meski belum sepenuhnya. Aku masih nyantrik dengan Sr Theresianne dalam pendampingan dan lewat karya- karya inilah dengan segala perjuangan jatuh bangun aku mulai menghidupi spiritualitas, misi dan misi tarekat untuk pelayanan kepada orang miskin .. Meski waktu itu karya pemberdayaan masih karya rintisan untuk menemukan bentuk justru menantang kami untuk terus berani jatuh bangun dan bergulat dengan segala keterbatasan. Pada tahun 1997 itu kami melakukan karya rintisan baru di desa Ringgit- Purwodadi- Purworejo satu minggu dua hari kami tinggal di tengah-tengah para petani dan kami tinggal di rumah keluarga Sr Alfonsa. Dan untuk evaluasi berikutnya kami datang ke desa Ringgit satu minggu tiga kali. Tahun 2002 akhir saya, kami pindah rumah di Desa Jenar- Purwosari- Purworejo dan dirumah ini saya hanya kurang lebih lima bulan dan diambil tarekat untuk persiapan kaul kekal.

Tepatnya tanggal 7 Juli 2003 saya mengikrarkan kaul kekal dan mendapat tugas di pemberdayaan dan saya ditempatkan di Klaten. Tahun 2006 oleh tarekat di beri kesempatan untuk meneruskan pendidikan di APMD Yogyakarta. Dan terakhir Sampai tanggal 12 Juli 2008 jadi kurang lebih dipemberdayaan Klaten aku kurang lebih lima tahun Dan awal bulan Agustus aku memulai dikomunitas Wonosobo dengan pekerjaan baru, waktu baru pengalaman baru. Sekarang apa yang ada didepanku itu yang aku Syukuri dan ku jalani dengan sepenuh hati dengan segala tantangannya.

Selasa, 14 Oktober 2008

Sejarah Menjawab Panggilan Tuhan

(Sr. Patricia Casiana PMY)

Menjawab panggilan Tuhan adalah sebuah pengalaman hidup yang mendalam karena melibatkan iman, kemauan dan keberanian. Dalam menjawab panggilan Tuhan pun ternyata tidak bisa sekali jadi, tetapi harus melalui sebuah proses terus menerus bahkan seumur hidup. Bagaimana dan mengapa saya bergabung dengan para Suster Tarekat Putri Maria dan Yosef untuk menjawab panggilan Tuhan?

Menjadi religius atau menjadi seorang biarawati bukanlah cita-cita saya sewaktu kecil. Namun berdasarkan pengalaman, muncul kesadaran dan pemahaman bahwa ternyata setiap orang dalam hidupnya dihadapkan pada sebuah pilihan yaitu pilihan untuk menghayati hidup dan kehidupan sesuai dengan keyakinan sebagai jawaban atas panggilan Tuhan.

Perkenalan saya dengan kaum religius sebenarnya sudah sejak masa kanak-kanak karena dari keluarga Bapak ada dua orang yang menjadi religius yaitu 1 Bruder FIC (Paklik dari Bapak/Adik dari Kakek) dan 1 Suster OSF Semarang (kerabat dekat dari Bapak). Namun demikian toh belum tersentuh untuk mengikuti jejak mereka hingga mereka dipanggil menghadap Tuhan. Memang ada sesuatu yang membekas di hati yaitu perasan senang, damai dan bahagia saat bertemu atau bersama mereka. Namun itu pun hanya sebatas pada perasaan senang, belum membangkitkan keinginan untuk hidup membiara. Memang dari kakak sering diberitahukan tentang hidup seorang religius (Pastor, Bruder, Suster yang menghayati hidup Wadat, Taat lan Mlarat – saya rasa pengetahuan yang sangat sederhana waktu itu). Selain mereka, saya telah mengenal sebuah Tarekat yang mengelola Sekolah Keguruan di mana saya menuntut ilmu bahkan bekerja di tempat yang dikelola oleh Tarekat yang sama. Juga saat mendapat pekerjaan baru pun, saya diterima di sekolah yang dikekola oleh sebuah Tarekat Suster. Walau demikian, hati juga belum tergerak sedikitpun untuk memilih hidup membiara. Memang dalam perjalanan waktu, saat hidup harus memilih, saya mencoba untuk bertanya pada diri sendiri. Mau apa dengan hidup ini? Pertanyaan itulah yang menghantar saya pada suatu pilihan hidup.

Pada pertengahan tahun 1983, untuk pertama kalinya saya mengenal dunia pendidikan anak tuna rungu. Mungkin peristiwa ini sangat sederhana dan sangat biasa. Peristiwa yang tidak pernah direncanakan sebelumnya, datang begitu saja, namun peristiwa ini mampu mengubah apa yang ada di dalam hati dan pikiran bahkan memberikan penegasan dalam menanggapi panggilan hidup. Saya yakin bahwa Tuhan sedang berkarya dalam diri saya, dan inilah yang juga saya yikini sebagai Penyelenggaraan Ilahi.

Saat peristiwa itu terjadi, saya masih berstatus sebagai Guru di sebuah sekolah milik sebuah Tarekat Suster di Pekalongan. Selama menjadi Guru kurang lebih lima tahun di Sekolah yang cukup terkenal (sebelumnya telah bekerja selama tiga setengah tahun di luar Jawa, juga milik sebuah Tarekat), dari segi materi boleh dibilang cukup, sebuah Sekolah dengan kondisi yang cukup menjajikan untuk masa depan. Jumlah Siswa selalu melimpah dengan tingkat kecerdasan yang baik dan dengan kondisi ekonomi yang bagus juga. Maka dapat dibilang semuanya serba berkecukupan. Maka selama beberapa tahun itu, saya sungguh tidak pernah mengalami kesulitan yang berarti dalam tugas sebagai Guru. Semua bisa berjalan dengan lancar. Namun itu semua berubah saat saya diajak berkunjung ke SLB/B Dena-Upakara Wonosobo. Kunjungan ini pun sebenarnya tidak sengaja karena hanya mampir setelah mengikuti acara Acies Legio Maria di Ungaran. Saya belum pernah bersentuhan dengan dunia pendidikan luar biasa, selain tahu bahwa ada Sekolah Luar Biasa di Wonosobo (pelajaran IPS saat SD). Rupa-rupanya, dengan kunjungan tersebut Tuhan memberi jalan terbentang bagi saya untuk menjawab panggilan-Nya.

Dalam kunjungan tersebut, saya tersentak saat menyaksikan seorang Suster Misionaris yang sudah cukup berumur sedang mengajar dan melatih wicara seorang gadis kecil yang tuna rungu dan tuna wicara. Sungguh perjumpaan tersebut mampu menggugah rasa perasaan dan hati saya sungguh tersentuh untuk terlibat di dalam pendidikan anak tuna rungu. Saya sungguh “Jatuh Cinta” pada anak-anak tuna rungu (dalam rangka 70 th Dena-Upakara, saya telah menuliskan pengalaman ini dengan judul – Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama).

Sejak saat itu, saya merasa ditantang oleh ‘dunia’ pendidikan anak tuna rungu. Saya yang telah bertahun-tahun menjadi Guru tanpa kesulitan yang berati dalam mengajar dan mendidik anak-anak tiba-tiba dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa ada bidang pengajaran lain yang lebih sulit dan menantang. Setelah melihat, mendengar, mengalami dari dekat proses Kegiatan Belajar Mengajar di dunia pendidikan anak tuna rungu, saya merasa betap sulitnya mengajar anak-anak tuna rungu baik dalam proses KBM maupun dalam kegiatan sehari-hari. Kesulitan yang saya lihat justru menantang saya untuk ikut terlibat di dalamnya. Ternyata di daerah pegunungan yang sejuk ada karya yang sangat luar biasa oleh para Suster yang berjuang untuk mengajar, mendidik anak-anak tuna rungu supaya mereka mampu berbicara dan bersosialisasi dengan masyarakat luas.

Mungkin inilah yang disebut panggilan Tuhan, pengalaman sederhana mampu mengubah haluan dari perjalanan hidup yang sudah sekian tahun saya jalani. Setelah melalui proses panjang (pernah sempat tidak mau kontak lagi karena merasa didesak-desak untuk segera masuk biara), saya yakin bahwa pertemuan saya dengan Suster Misionaris (kemudian saya ketahui beliau adalah Sr. Henricia PMY) dan perjumpaan saya dengan gadis kecil siswi SLB/B Dena-Upakara, merupakan jalan bagi panggilan hidup saya sekaligus sebagai jawaban saya atas panggilan Tuhan. Setelah beberapa tahun kemudian yaitu pada tahun 1985 saya resmi menggabungkan diri dengan para Suster Putri Maria dan Yosef sebagai Postulan bersama 2 teman yang lain

Mengapa saya masuk Tarekat Suster Putri Maria dan Yosef? Saya sendiripun tidak tahu persis karena sebelum saya menggabungkan diri dengan Tarekat Suster PMY, saya tidak tahu nama Tarekat Suster PMY – yang saya tahu bahwa ada Suster di Wonosobo yang berkarya untuk anak-anak tuna rungu dan saya tertarik karena itu.. Tetapi bila dirunut, mungkin juga sebuah kebetulan. Dari lingkungan keluarga, sejak kecil telah dibiasakan untuk berdoa Rosario bersama, dengan demikian sudah lama mengenal Bunda Maria. Setelah bekerja, di sela-sela kesibukan sebagai Guru saya aktif sebagai Anggota Legio Maria dengan tugas-tugas pelayanan sosial di lingkungan Gereja. Saat memutuskan pilihan inipun tidak terlepas dari peranan Bunda Maria, karena sehari sesudah mengadakan perjalanan Ziarah ke Bunda Maria (dalam keadaan sakit), saya mendapat berita bahwa saya diterima sebagai calon Suster di Wonosobo. Dan ternyata Tarekat yang saya pilih adalah Tarekat Suster Putri Maria dan Yosef .

Jalan Tuhan memang sungguh tak terpahami tetapi bisa dialami. Ketertarikan saya pada pendidikan anak tuna rungu menghantar saya pada panggilan Tuhan dan jawaban saya kepada-Nya. Saya sungguh sangat mencintai anak-anak tuna rungu sampai kapan pun. Karena merekalah saya mampu menanggapi panggilan Tuhan dengan menghayati hidup sebagai seorang bviarwati dalam Tarekat Suster Putrei Maria dan Yosef. Dari hari ke hari saya semakin memahami kehadiran Tuhan yang memberikan perhatian khusus kepada mereka yang tuli (Mrk 7:31-37). Saya semakin menyadari bahwa saya dipanggil dan diutus untuk ikut terlibat dalam pendidikan anak tuna rungu, walaupun ternyata dalam perlajanan waktu, saya tidak selalu berkarya di antara mereka. Terima kasih, Tuhan atas panggilan hidup yang saya jalani ini. Terima kasih pula karena saya bisa merasa dan mengalami bahwa ternyata semuanya mnejadi indah pada waktunya. Iman, kemauan, dan keberanian sungguh-sungguh menjadi acuan untuk menjalani dan menghayati hidup setiap hari. ***

Alamat Kami

1. Komunitas Pusat
Jl. Mangli No.5 Wonosobo 56311
Telp. (0286) 321072


2. Komunitas Noviciat
Jl. Mangli No.5 Wonosobo 56311
Telp. (0286) 5802151


3. Komunitas Klaten
Talun No.14 RT.1 RW. IV
Perawatan, Jogonalan Klaten 57452
Telp. 081328472324

4. Komunitas Yogyakarta
Jl. R.E. Martadinata No.88 A
Yogyakarta 55253
Telp.(0274) 618288

5. Komunitas Semarang
Randusari Spaen II No. 300
Telp. (024) 8314247

6. Komunitas Jakarta
Griya Mas C-13
Jl. Bambu I-Srengseng Raya, Kembangan
Jakarta Barat 11630
Telp. (021) 5860258

7. Komunitas Purworejo
Jenar Kidul 17 RT. II/RW. II
Purwodadi, Purworejo 54173
Telp. (0275) 756150

8. Komunitas Banyumas
Jl. Karangsawah No. 507
Banyumas 53192
Telp. (0281) 7618544

Syarat2 Masuk n Tahap Pendidikan

Jika kalian (khusnya PEREMPUAN)..tertarik menggabungkan diri bersama kami, Suster2 PMY, ada syarat2 yg harus dipenuhi...syaratnya sebagai berikut:

1. Telah dibaptis sekurang-kurangnya 5 tahun
2. Sehat jasmani dan rohani
3. Pendidikan terakhir min. SMA
4. Jika mungkin sudah berpengalaman kerja

Nah...selain itu...kalian harus sungguh2 ingin menghayati panggilan hidup kalian, sehingga semakin terwujudlah cinta kasih Allah melewati kalian..

Tahap2 Pendidikannya,sbb :
  • Masa Aspiran
  • Masa Postulan
  • Masa Noviciat
  • Profesi Sementara
  • Profesi Kekal
  • Pembentukan Lanjutan
So...jangan takut u/ bergabung bersama kami, Kongregasi Suster Putri Maria dan Yosef!!!!

u/ info atau keterangan lebih lanjut ttg kami, silahkan tinggalkan pertanyaan atau bisa langsung datang di mana kami tinggal.....

Salam kasih Maria dan Yosef

"IN OMNIBUS CARITAS"

Minggu, 12 Oktober 2008

Rabu, 08 Oktober 2008

SPIRITUALITAS PMY

St. Vincentius

Meniru pola hidup Yesus dan selalu menyesuaikan diri dengan kehendak Allah.

Segala yg berhubungan dengan dia disebutnya "kecil"

Falsafah Vincentius adalah kerendahan hati yang mendarah daging dalam hidupnya. Kerendahan hati itu tidak mencetak manusia yg penuh frustasi dan minder, melainkan manusia yg optimis karena percaya kepada Allah: "Ketidakpercayaan pada kemampuan diri sendiri itu harus merupakan dasar untuk percaya kepada Allah."
( Seri Vinsensiana 1)

Nah....dengan begitu, Suster2 PMY senantiasa meneladani ajaran dan semangat Santo kita yg satu ini!!! Apalagi ditambah dengan Roh Kristus yg merajai diri kita setiap hari......Lebih manteb masih ditambah dengan semangat dr Bunda kita terkasih, Maria dan Bapa Yosef....di mana pelaksana sabda tanpa kata. Bahkan Maria memiliki hati tersuci..... Semua yg dilakukan oleh Bunda dan Bapa kita terkasih semata-mata demi terlaksananya kehendak Allah.

Dengan begitu, Suster2 PMY selalu menghayati spiritualitas tersebut dalam pelayanan cinta kasih kepada sesama....Gitu,lho!!!





Senin, 06 Oktober 2008

Sejarah Singkat

Kongregasi Suster Putri Maria dan Yosef atau Suster PMY didirikan oleh seorang pastor Paroki di s'Hertogenbosch Nederland, yaitu Pastor Yacobus Antonius Heeren, Pr.

Pastor Heeren merasa pilu hatinya melihat keadaan sosial yang buruk akibat perang pada zaman itu, antara lain banyak orang lanjut usia yang tidak terwat dan banyak anak terlantar pula. Hal inilah yang menggugah hatinya, hingga terus-menerus ia berusaha mencari wanita-wanita yang terdorong oleh ajaran Kristus, yang mau menyerahkan diri demi orang miskin. Secara pribadi, wanita-wanita itu pun mendukung dan ikut menyadari perlunya menolong orang miskin, karena itu mereka juga sungguh mengusahakannya. Pastor Heeren mengerti bahwa kegiatan semacam ini akan lebih efisien bila dilakukan oleh suatu lembaga atau perhimpunan yang stabil/permanen.

Lama-kelamaan, cita-cita Pastor Heeren ini berkembang terus dan akhirnya pada tanggal 7 Juli 1820, lahirlah Kongregasi Suster Putri Maria dan Yosef. Kongregasi PMY inilah yang merupakan Kongregasi aktif yang pertama di Nederland.

Pada tahun 1840, dimulai karya bagi anak-anak tunarungu di kota S. Michielsgestel. Kemudian disusul dengan berdirinya lembaga untuk anak-anak cacat mental. Sesudah itu didirikan pula Lembaga Ortopedi dan Pedagogi, dan yang terakhir didirikan lembaga untuk anak-anak asosial.

Meskipun sejak permulaan perhatian utama Kongregasi diarahkan untuk anak-anak cacat, namun karya bagi anak-anak normal tidak diabaikan. Karya medis dan perawatan pun menjadi perhatian Kongregasi PMY. Sampai pada akhir abad 19, karya Kongregasi masih terbatas di Nederland saja. Namun pada abad 20, perhatian Kongregasi mulai diarahkan ke luar negri. mula-mula Kongregasi mulai mencoba berkarya di Brazilia, Cina, dan Zaire, tetapi sayang, karena situasi, karya di ketiga negara tersebut tidak dilanjutkan.

Pusat Kongregasi PMY di Indonesia berada di Wonosobo, kota kecil di balik Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, yang berhawa sejuk. Kongregasi mulai berkarya di Wonosobo pada tahun 1938. Sesuai dengan tujuan khas Kongregasi yaitu karya cinta kasih bagi yang miskin, maka di Indonesia pun mulai dengan karya yang sesuai dengan tujuan ini. Yang miskin menurut pendiri ialah baik mereka yang miskin dalam arti jasmani maupun rohani. Suster-suster PMY mencoba hidup dan berkarya dari hari ke hari, sesuai dengan spiritualitas yang ditekankan oleh Pastor Heeren yaitu "KESEDERHANAAN DAN KESATUAN".